Batuan Beku

Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari proses pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil pembekuan lava di permukaan bumi. Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.

Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series.


A. Keutamaan Geologis


Hampir 95% batuan beku terbentuk di bagian atas kerak bumi, tapi kebanyakan dari mereka tersembunyi di balik permukaan bumi yang relatif tipis namun tersebar luas.

Secara geologis batuan beku penting karena :

  1. Mineral dan komposisi kimianya memberi petunjuk tentang komposisi mantel bumi.

  2. Umur absolutnya dapat diperoleh dari berbagai macam radiometric dating.

  3. Memiliki karakteristik lingkungan tektonik yang spesifik.

  4. Pada saat tertentu bisa menghasilkan mineral-mineral yang berharga.



B. Morfologi


1. Batuan Beku Intrusif


Batuan beku intrusif terbentuk dari magma yang membeku dan memadat di dalam bumi. Berawal dari batuan yang sudah ada sebelumnya, magma mendingin secara perlahan, dan menghasilkan batuan yang berbutir kasar (coarse grain). Mineral pada batuan ini secara jelas bisa diamati dengan mata telanjang. Batuan intrusif dapat juga diklasifikasikan menurut bentuk dan ukuran dari tubuh intrusif dan juga hubungan antar mineral. Contoh-contoh formasi intrusif adalah batholith, stock, laccolith, sills, dan dikes.


2. Batuan Beku Ekstrusif


Batuan beku ekstrusif terbentuk di permukaan bumi dari hasil pembekuan batuan. Hasil peleburan batuan dengan atau tanpa kristal dan gelembung gas dinamakan magma. Magma terangkat karena lebih lunak dari batuan yang membentuknya. Pada saat mencapai permukaan, magma berubah menjadi lava.

Volume dari batuan ekstrusif tiap tahun berubah terganung dari varietas lempeng tektoniknya. Batuan ekstrusif terbentuk di bagian-bagian berikut ini :


  1. Divergent boundary : 73%

  2. Convergent boundary (suduction zone) : 15%

  3. Hotspot : 12%


Magma yang mengalamai erupsi sering bersifat merusak, dengan pengelauaran gas-gas beracun – secara umum berupa karbondioksida ­. Secara eksplosif juga mengeluarkan material-material piroklastik yang dinamakan tefra, termasuk tuff, agglomerate, dan ignimbrite. Debu vulkanik juga bisa menyelimuti daerah di sekitar gunung berapi sehingga bisa mengaburkan pandangan.

Karena lava mendingin dan mengkristal secara cepat, jadi batuan ini memiliki butiran yang halus. Jika pendinginannya berlangsung dengan amat sangat cepat, sehingga menghasilkan kristal-kristal dalam ukuran yang sangat kecil, akan membentuk batuan yang berbentuk kaca (glass), seperti obsidian. Jika pendinginan berlangsung dengan lambat, maka akan menghasilkan batuan berbutir kasar.

Karena mineralnya kebanyakan berbutir halus, maka cukup sulit untuk membedakan berbagai varietas batuan ekstrusif. Kebanyakan mineral berbutir halus pada batuan ekstrusif hanya bisa dilihat dari mikroskop.


3. Batuan Beku Hypabyssal


Batuan beku hypabyssal terbentuk di antara batuan beku plutonik dan batuan beku vulkanik.


B. Sifat Fisik Batuan Beku


Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku. Dalam membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari:


1. Tekstur


Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.

Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting, yaitu :



A. Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf.

Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu:

  1. Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.

  2. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.

  3. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

  4. Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.


B. Granularitas

Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:


1) Fanerik/fanerokristalin

Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:

  1. Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.

  2. Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.

  3. Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.

  4. Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.


2) Afanitik

Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya. Dalam analisa mikroskopis dapat dibedakan:

  1. Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01 mm.

  2. Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.

  3. Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.


C. Bentuk Kristal


Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:

  1. Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.

  2. Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.

  3. Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.


Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:


  1. Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.

  2. Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi

yang lain.

  1. Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.

  2. Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.


D. Hubungan Antar Kristal


Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

  2. Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.

  3. Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.

  4. Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedral.

  5. Inequigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa mineral atau gelas.


2. Struktur


Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:

  1. Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.

  2. Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran.

Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:

  1. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.

  2. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.

  3. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.

  4. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.

  5. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.


Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting joint (kekar berlembar).


3. Komposisi Mineral

Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

  1. Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.

  2. Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.


Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar klasifikasinya.

Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976) batuan beku dibagi menjadi:

  1. Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.

  2. Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.

  3. Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi.

Oleh W.T. Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut batuan vulkanik.

Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:

  1. Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah riolit.

  2. Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%. Contohnya adalah dasit.

  3. Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya adalah andesit.

  4. Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya adalah basalt.

Klasifikasi berdasarkan indeks warna ( S.J. Shand, 1943), yaitu:

  1. Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.

  2. Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.

  3. Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.

Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:

  1. Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%.

  2. Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.

  3. Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.

  4. Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

Label: , , edit post
0 Responses

Posting Komentar